PEMANFAATAN NIRA DAN BUAH LONTAR

 

 
 

PELATIHAN PEMBUATAN MAKANAN DAN MINUMAN DARI NIRA DAN BUAH LONTAR  (BORASSUS FLABELLIFER)  PADA KELOMPOK MASYARAKAT TANI LONTAR DI KECAMATAN KUBU SEBAGAI SOLUSI UNTUK MENGENTASKAN KEMISKINAN


Bidang Invensi/Inovasi Teknologi:

BIODIVERSITY

  Oleh:

I Wayan Madiya
Jurusan Pendidikan Kimia
FMIPA, Undiksha
madiyawayan@gmail.com 



Kecamatan Kubu merupakan satu-satunya daerah paling kering (kritis) di Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali. Hal ini dapat dilihat dari letak geografis yang hampir seluruh wilayahnya merupakan daerah kering dan berbatu, khususnya daerah Kubu bagian timur. Dengan geografis daerah seperti itu secara otomatis akan mempengaruhi kehidupan sosial-ekonomi dan tingkat pendidikan masyarakatnya.

Ditinjau dari segi sosial, secara umum masyarakat Kubu memiliki sikap kekeluargaan dan kegotong-royongan yang sangat kental, walaupun ada sebagian penduduknya yang memiliki sifat agak keras dan gigih contohnya beberapa penduduk di dusun Munti Gunung dan Pedahan. Dari segi ekonomi, kesejahteraan masyarakat di Kecamatan ini masih banyak yang berada di bawah garis kemiskinan, jika dihitung rata-rata 47% berada dibawah garis kemiskinan. Hal ini berdasarkan fakta di lapangan banyak masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan (pengangguran), bahkan ada yang menjadikan anaknya menjadi pengemis khususnya desa yang berada di daerah pedalaman seperti Dusun Pedahan dan Dusun Munti Gunung. Berdasarkan data dari Dinas Sosial Kabupaten Karangasem, Bali tahun 2005, Penduduk di Dusun Muntigunung berjumlah 4.350 Jiwa atau 1.027 KK dan jumlah KK miskin di dusun ini sebanyak 525 KK dan menjadi penggepeng (pengemis) yang berhasil ditangkap dan dikembalikan ke daerah asal sebanyak 730 orang. Sedangkan penduduk di Dusun Pedahan Kaja dan Kelod berjumlah 902 Jiwa atau 225 KK, yang mana jumlah KK miskin di dusun ini sebanyak 225 KK dan yang menjadi penggepeng (pengemis) yang berhasil ditangkap dan dikembalikan ke daerah asal sebanyak 244 orang. Sedangkan berdasarkan data akhir November tahun 2006 tercatat jumlah gepeng terus meningkat yaitu sebanyak 1.265 orang yang sebelumnya (tahun 2005) berjumlah 974 orang dengan rincian Dusun Munti Gunung sebanyak 949 orang dan Dusun Pedahan sebanyak 316 orang (Sundariningsih, 2007).

Kehadiran gepeng (gelandangan dan pengemis) ini sudah tentu akan mengganggu keamanan dan ketertiban daerah yang menjadi tujuan dari para gepeng tersebut. Sedangkan dari segi pendidikan, kualitas sumber daya manusia masyarakat Kubu masih tergolong rendah. Hal ini terlihat masih ada beberapa orang tua yang tidak mau atau tidak mampu menyekolahkan anaknya karena masalah beaya. Menurut pendapat mereka jangankan biaya sekolah, beaya kebutuhan hidup keluarga sehari-hari saja masih pas-pasan. Rata-rata tingkat pendidikan di kecamatan Kubu dari SD sampai SMP sudah cukup bagus. Namun untuk tingkat menengah atas (SMA) masih belum merata jika dikalkulasi dari jumlah penduduknya hanya 48%, bahkan untuk tamatan perguruan tinggi masih sangat minim yaitu di bawah 15%. (Bapedalda Bali, 2003).

 Namun dibalik semua itu, Kecamatan Kubu  sebenarnya mengandung sumber daya alam yang cukup bagus dan melimpah untuk dimanfaatkan. Sumber daya alam yang dimaksud adalah pasir hitam dan tanaman lontar. Disini inventor mencoba mencarikan solusi pemecahan masalah yang kompleks yang terjadi di daerah tersebut terutama masalah kemiskinan dengan memanfaatkan tanaman lontar (Borassus flabellifer) khususnya nira dan buah lontar secara tepat guna dan memiliki nilai ekonomis tinggi. Mengapa inventor memilih tanaman lontar sebagai solusi dan bukan pasir hitam? Hal ini berdasarkan pertimbangan pasir hitam yang ada di daerah tersebut walaupun melimpah tetapi itu merupakan SDA yang tidak dapat diperbaharui yang suatu saat akan habis. Sedangkan tanaman lontar merupakan SDA yang dapat diperbaharui yang mana kelangsungannya bisa tetap terjaga.

Dilihat dari kajian biologi tanaman lontar (Borassus flabellifer) adalah jenis palem yang hidup pada iklim yang agak kering, dapat dijumpai di Afrika, Myanmar, Tropika, Malaysia, dan India, dan Indonesia. Di Indonesia lontar banyak dijumpai di NTT, NTB, Bali, Madura, Jawa Tengah, dan Sulawesi. Lontar adalah tumbuhan atau pohon memanjat dengan batang tidak bercabang dan mempunyai bekas pelepah atau pangkal tangkai daun berbentuk cincin. Pohon ini tumbuh pada tempat terbuka dekat pantai, tumbuh menyendiri, batang lurus dengan panjang mencapai lebih dari 30 meter dengan permukaan batang berwarna kehitam-hitaman. Daun bundar berbentuk seperti kipas yang tepinya mempunyai lekukan lancip. Buahnya berdaging tebal, berbentuk bulat, ketika muda warnanya kecoklatan, setelah matang warnanya menjadi kehitam-hitaman. Ketika buah tanaman lontar ini memiliki daging buah kenyal dapat digunakan sebagai bahan untuk mencampur es, membuat jeli dan selai, begitu juga dengan kulitnya. Satu pohon lontar bisa menghasilkan 350 buah pertahun.

Pohon lontar terdiri dari dua jenis kelamin yaitu ada yang berjenis kelamin jantan dan ada yang berjenis kelamin betina. Dimana perbedaan antara keduanya adalah, kalau yang betina dapat menghasilkan buah namun yang jantan tidak dapat menghasilkan buah tetapi menghasilkan tandan bunga lontar yang biasa dipotong untuk dicari niranya. Hasil nira yang diperoleh dari pohon lontar yang jantan lebih banyak daripada nira yang dihasilkan oleh pohon lontar yang betina. Pohon lontar yang jantan menghasilkan nira 50% lebih banyak dari pohon lontar betina( Morton, J.F. , 1988). Seluruh bagian tanaman ini bermanfaat bagi manusia yaitu mulai dari daun sampai akar sehingga mendapat julukan “pohon surga atau the tree of life ".

Pemanfaatan pohon lontar di Kecamatan Kubu dari daun, buah, tandan bunga, tangkai daun, batang  dapat dilihat seperti tabel berikut.

Tabel 1. Pemanfaatan Pohon lontar  di Kecamatan Kubu

No.
  Bagian pohon
Pemanfaatan
1
Daun
Digunakan untuk kerajinan tangan (tikar, kisa, dan sok), anyaman upacara Agama Hindu (ketupat, canang, tamyang, dan tamas), atap rumah dan kandang ternak, menulis sejarah (babad) dengan huruf Bali, dan sastra Lontar (cakepan n`tal).
 2
Tangkai (ranting)
Digunakan sebagai pagar rumah tradisional dan kandang ternak. Kulit tangkai pohon lontar (Tali guntung) dapat digunakan untuk membuat anyaman separti kisa, bakul, sok, dan kerajinan kerajang.
3
Buah dan kulit
Sebagian besar digunakan sebagai pakan ternak sapi dengan cara dipotong kecil-kecil dan sebagian kecil dikonsumsi penduduk setempat.
4
Tandan bunga

 (air nira)
Nira yang disadap dari tandan bunga digunakan sebagai minuman seperti minuman tuak fermentasi, arak dan bahan baku pembuatan gula merah.
5
Batang
Digunakan sebagai bahan bangunan.
 Sumber: Madiya, 2006

Berdasarkan tabel di atas, pemanfaatan pohon lontar di Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, Bali masih tergolong rendah baik dilihat dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Dari segi kualitas, hal ini terlihat dari pemanfaatan daun, buah, pelepah, dan tandan bunga yang masih menggunakan cara atau jenis pemanfaatan tradisional dan jumlahnya masih terbatas. Sehingga hanya berkembang di daerah lokal dan belum mampu memenuhi tuntutan pasar. Akibatnya kesejahteraan masyarakat  Kubu belum begitu mapan.

Dari segi kuantitas, Kecamatan Kubu dengan luas wilayah sebesar 234,77 Km2, pada wilayah tersebut rata-rata terdapat 150 pohon lontar per hektar. Dengan demikian dapat diketahui jumlah pohon lontar secara keseluruhan yang terdapat di Kecamatan Kubu yaitu sebanyak 3.521.550 pohon. Namun kenyataannya hanya sekitar 1.091.340 pohon lontar yang sudah dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat Kubu (Data Dinas Perkebunan Kab. Karangasem, 2005). Bila dihitung hanya 30,99%  dari jumlah pohon  lontar yang sudah dimanfaatkan. Itupun dengan pemanfaatan yang kualitas kurang bagus.

Pemanfaatan lontar yang umum dilakukan oleh masyarakat Kubu adalah nira lontar yang diolah menjadi gula merah dan daunnya sebagai kerajinan. Berdasarkan Data Sumber Bahan Makanan Direktorat gizi Depkes RI tahun 1981, kandungan nira secara umum terdiri dari sukrosa (12,30-21,00 gr/100 mL), Vitamin C (16,0-30,0 gr/100 mL), total padatan (15,20-19,70 gr/100 mL), abu (0,11-1,41 gr/100mL), protein (0,23-0,32 gr/100 mL), manniet (1-1,2 gr/100 mL) (Bajra, 2000). Daging buah ini rasanya manis karena mengandung sukrosa, untuk kandungan yang lain dari buah ini belum kami temukan literatur. Namun secara umum kandungan nira dengan buah lontarnya memiliki persamaan. Berdasarkan kandungan gizi dari nira dan buah lontar tersebut,  maka nira  dan buah lontar bisa diproses menjadi produk makanan dan minuman yang memiliki nilai tambah (Madiya, 2006). Disini inventor mencoba mengusulkan untuk memberikan pelatihan pembuatan makanan dan minuman dari nira  dan buah lontar pada kelompok masyarakat tani lontar di Kecamatan Kubu  sebagai solusi untuk mengentaskan kemiskinan .
 Produk olahan yang bisa dikembangkan dapat dibagi dua, pertama makanan  seperti; selai, jeli, sari buah lontar hasil fermentasi (nata de Borassus) Acetobacter xylinum dan dodol. Kedua,  minuman dari nira lontar berupa jus buah lontar, Gulali nira lontar, dan sirup. Dengan adanya pelatihan ini, diharapkan bisa membantu meningkatkan perekonomian masyarakat Kubu, khususnya dalam membuka lapangan kerja dan peluang usaha yang menjanjikan, sehingga angka pengangguran dan kemiskinan di Kecamatan Kubu dapat di tekan.

Komentar

keong mengatakan…
kandungan zat kimia dalam daun lontar apa ja??
MADIYA mengatakan…
kandungan daun lontar yg terpenting adalah lignin dan selulosa