Analisis RPP berdasarkan empat pilar belajar

1.    Judul Program Pembelajaran:
Analisis Program Pembelajaran Kimia SMA dengan Topik Hasil Kali Kelarutan.

2.    Tujuan Pembelajaran (Kompetensi):
Setelah kegiatan pembelajaran ini, siswa mampu:
1)   1.   menjelaskan kesetimbangan dalam larutan jenuh atau larutan garam yang sukar larut.
2)  2.    menghubungkan tetapan hasil kali kelarutan dengan tingkat kelarutan atau pengendapannya.
3)  3.    menghitung kelarutan suatu elektrolit yang sukar larut berdasarkan data harga Ksp atau sebaliknya.
4)  4.    menentukan pH larutan dari harga Ksp-nya.
5)  5.    memprediksi terbentuknya endapan berdasarkan harga tetapan hasil kali kelarutan (Ksp) dan membuktikan dengan percobaan.

3.     Ringkasan Materi Pelajaran
Pada umumnya, sebagian besar garam yang terbentuk dari reaksi penetralan asam-basa, larut dalam air. Dalam larutan jenuh, berlaku asumsi adanya kesetimbangan antara garam yang tidak terlarut dengan ion-ion garam yang terlarut.
Contoh :          AgCl(s)    Ag+(aq)  +  Cl-(aq)
  K  = 
K . [AgCl]  = [Ag+] [Cl-]
Ksp  =  [Ag+] [Cl-]
Besaran Ksp disebut sebagai konstanta hasil kali kelarutan, yang nilainya tertentu untuk tiap jenis garam. Karena nilai Ksp diketahui, maka kelarutan Ag+ dan Cl- dalam air murni dapat dihitung.
            Ksp  =  [Ag+] [Cl-]
     1,7.10-10 = x.x
           
Jika garam dilarutkan dalam pelarut yang mengandung salah satu ion pembentuk garam tersebut, maka kelarutannya akan lebih kecil. Hal ini disebut sebagai pengaruh ion sejenis.
Contoh : AgCl yang dilarutkan dalam larutan NaCl 0,01M.
Diketahui : Ksp = 1,7.10-10

[Ag+]
[Cl-]
m
-
0,01
b
x
x
s
x
0,01 – x    0,01
     
 Ksp   =  [Ag+] [Cl-]
1,7.10-10  =  x . 0,01
x  =  1,7.10-8

4.    Ringkasan Pengalaman Belajar Siswa
Dari pembelajaran yang diterapkan oleh guru, maka pengalaman belajar yang diperoleh siswa adalah sebagai berikut.
1.      Diskusi informasi untuk mendiskusikan kesetimbangan dalam larutan garam yang sukar larut.
2.      Mengkorelasikan hubungan antara hasil kali kelarutan (Ksp) dengan tingkat kelarutan atau pengendapannya.
3.      Menentukan harga kelarutan berdasarkan harga Ksp-nya atau menentukan Ksp berdasarkan kelarutan.
4.      Mengkorelasikan hubungan antara Ksp dengan pH larutan.
5.      Merancang dan melakukan percobaan untuk menentukan hasil kali kelarutan.
6.      Membahas dan mempresentasikan hasil laporan kegiatan.

5.     Analisis Penerapan Pilar Belajar
UNESCO (Sukmadinata, 2005) merumuskan empat pilar pendidikan seumur hidup yaitu: (1) learning to know, (2) learning to do, (3) learning to live together dan (4) learning to be. Para pengajar sebagai pengelola kegiatan belajar mengajar perlu mencermati dan memahami fungsi dan tujuan pendidikan nasional serta keempat pilar tesebut dalam merancang program pembelajaran, merumuskan spesifikasi hasil belajar, memilih metode dan strategi pembelajaran, maupun dalam aktualisasi kegiatan belajar mengajar di kelas.
Berdasarkan rencana program pembelajaran (RPP) yang dibuat oleh guru tentang topik “Hasil Kali Kelarutan”, maka dapat dianalisis tentang penerapan empat pilar belajar yang diterapkan oleh guru tersebut dalam pembelajaran, seperti berikut.

1)   Belajar untuk  Mengetahui (learning to know).
Belajar untuk mengetahui merupakan suatu yang berkenaan dengan perolehan, penguasaan dan pemanfaatan informasi yang harus diketahui oleh siswa dalam proses pembelajaran yang dirancang oleh guru (Sukmadinata, 2005). Pada pembelajaran kimia dengan topik “Hasil Kali Kelarutan”, pengetahuan yang diperoleh oleh siswa adalah pengetahuan deklaratif, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan struktural. Pengetahuan deklaratif atau pengetahuan proporsional adalah pengetahuan mengenai informasi faktual yang pada umumnya bersifat statis normatif dan dapat dikomunikasikan secara lisan atau verbal. Isi pengetahuan ini berupa konsep-konsep (pengetahuan konseptual) dan fakta (pengetahuan faktual) yang dapat ditularkan kepada orang lain melalui ekspresi lisan atau tulisan (Gagne, 1977). Menurut Anderson dan Krathwohls (2001), pengetahuan faktual berisi pengetahuan tentang terminologi/istilah, unsur-unsur dan rincian jelas, sedangkan pengetahuan konseptual berisi tentang pengetahuan klasifikasi, kategori, prinsip, generalisasi, teori, model, dan struktur.
Contoh bentuk pengetahuan deklaratif dalam pembelajaran ini sesuai ringkasan materi pembelajaran yang dibuat oleh guru, antara lain: (1) konsep kesetimbangan dalam larutan jenuh atau larutan garam yang sukar larut, (2) tetapan hasil kali kelarutan dengan tingkat kelarutan, (3) kelarutan suatu elektrolit yang sukar larut berdasarkan data harga Ksp atau sebaliknya, dan (4) pengaruh ion senama terhadap hasil kali kelarutan. Penerapan learning to know ini sudah terakomodasi pada kegiatan grouping  guru menyampaikan topik yang dibahas dan memberikan LKS) dan kegiatan planning  (guru membantu siswa mengorganisasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan mengarahkan siswa melakukan diskusi terhadap LKS yang diberikan di kelompoknya masing-masing).
Menurut Gagne (1977), pengetahuan prosedural adalah pengetahuan yang mendasari kecakapan atau keterampilan perbuatan jasmaniah yang cenderung bersifat dinamis. Oleh karenanya, pengetahuan prosedural lazim disebut sebagai knowing how atau “mengetahui cara” melakukan sesuatu perbuatan, pekerjaan dan tugas tertentu. Sedangkan pengetahuan struktural merupakan interaksi antara pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural dalam situasi memecahkan masalah. Anderson dan Krathwohls (2001) menyebutkan bahwa, pengetahuan prosedural berisi pengetahuan keterampilan khusus, metode/teknik khusus, dan kriteria prasyarat. Pada pengetahuan struktural, akan terjadi interaksi proses transformasi informasi (pengetahuan deklaratif) antara konsep yang telah dimiliki siswa dan fakta-fakta yang ditemukan selama percobaan (pengetahuan prosedural) yang menghasilkan suatu pengetahuan baru atau penguatan konsep sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna (meaningfull) bagi siswa.
Contoh bentuk pengetahuan prosedural dalam pembelajaran ini sesuai ringkasan materi pembelajaran yang dibuat oleh guru, antara lain: siswa mampu: (1) menghitung kelarutan suatu elektrolit yang sukar larut berdasarkan data harga Ksp atau sebaliknya dengan tepat dan benar, dan (2) melakukan percobaan dengan terampil dan benar berdasarkan LKS yang diberikan oleh guru. Sedangkan bentuk pengetahuan struktural dalam pembelajaran tersebut terlihat pada saat siswa melakukan analisis data hasil percobaan dan melaporkan data hasil percobaan dalam bentuk diskusi kelas.
Jika pada isi ringkasan materi dicross check dengan tujuan pembelajaran dan ringkasan pengalaman belajar siswa, maka ada beberapa pengetahuan deklaratif dalam RPP tersebut yang belum terakomodasi terkait apa yang harus diketahui (learning to know) oleh siswa, yaitu: konsep kelarutan, hubungan antara kelarutan dengan pH, dan reaksi pengendapan.

2)   Belajar untuk Berkarya (learning to do)
Belajar untuk berkarya/berbuat merupakan balajar atau berlatih menguasai keterampilan dan kompetensi kerja ilmiah yang harus ditanamkan pada siswa dalam proses pembelajaran yang dirancang oleh guru untuk memacu peningkatan perkembangan intelektualnya. Belajar untuk berkarya ini berhubungan erat dengan belajar mengetahui (learning to know), karena pengetahuan mendasari perbuatan (Sukmadinata, 2005). Sehingga dengan berbekal pengetahuan, diharapkan siswa memperoleh keterampilan proses sains, yakni kemampuan: mengamati (observasi), mengeksplorasi, merumuskan masalah, membuat hipotesis, merencanakan dan melaksanakan percobaan terkontrol, mengumpulkan, mengorganisir dan menganalisis data, merumuskan kesimpulan, dan mengkomunikasikan data hasil pengamatan kepada orang lain.
Pada pembelajaran kimia dengan topik “Hasil Kali Kelarutan”, penerapan learning to do yang dikaitkan dengan keterampilan proses sains terlihat pada saat siswa memecahkan permasalahan yang ada pada LKS. Dalam pembelajaran ini tampak bahwa kegiatan kerja ilmiah siswa terakomodasi pada inti proses pembelajaran, khususnya fase planning, investigation, organizing, dan presenting. Pada fase planning, siswa bersama kelompoknya mencermati LKS yang diberikan guru; pada fase investigation, siswa melakukan kegiatan diskusi informasi, melakukan percobaaan, mengumpulkan data pengamatan, dan analisis data; pada fase organizing, siswa dengan bimbingan guru menyusun laporan percobaan mereka dan persiapan presentasi laporan; dan pada fase presenting, salah satu kelompok siswa melakukan presentasi laporan hasil percobaan dan kelompok lain memberikan tanggapan. 

3)   Belajar untuk Hidup Bersama (learning to live together)
Belajar untuk hidup bersama memiliki makna siswa mampu bersosialisasi, berinteraksi, dan berkomunikasi dalam proses pendidikan melalui kerjasama saling menghargai pendapat orang lain, mau menerima pendapat yang berbeda, belajar mengemukakan pendapat, mau berdiskusi untuk mendapatkan pemecahan permasalahan yang terbaik (Sukmadinata, 2005). Mencermati RPP yang dibuat oleh guru yang kemudian dikaitkan dengan kelima aspek tujuan pembelajaran di atas, maka penerapan learning to live together dalam proses pembelajaran tersebut terlihat pada saat siswa melakukan percobaan, bagaimana siswa melakukan pembagian tugas sehingga semua anggota kelompok aktif bekerja dan berdiskusi mencari penyelesaian permasalahan.
Aspek belajar hidup bersama ini telah terakomodasi dalam kegiatan inti pembelajaran yang diterapkan oleh guru, mulai dari tahap grouping, planning, investigation, dan presenting. Dalam pembelajaran tersebut, terlihat siswa mampu: (a) berinteraksi, berkomunikasi, berdiskusi, dan bekerja sama dengan siswa lain dengan membentuk kelompok (grouping) dalam memecahkan permasalahan pada LKS yang diberikan guru (planning), (b) melakukan percobaan, mengambil data hasil pengamatan, dan menganalisis data yang diperoleh, serta membuat kesimpulan bersama-sama dengan kelompoknya (investigation dan organizing), (c) melakukan diskusi antar kelompok melalui presentasi salah satu kelompok dan kelompok lain memberikan tanggapan (presenting).

4)   Belajar untuk Menjadi Diri Sendiri (learning to be).
Belajar untuk menjadi diri sendiri dan berkembang secara utuh dalam konteks pembelajaran di sekolah memiliki makna bahwa guru sebagai pendidik harus mampu  memberdayakan peserta didik (siswa) mengembangkan seluruh aspek kepribadiannya secara optimal dan seimbang, baik aspek intelektual, emosi, sosial, fisik, maupun moral  dalam proses pembelajaran. Dari hasil interaksi dengan lingkungan, akan dapat membangun pengetahuan dan kepercayaan diri siswa, serta mampu berbuat yang positif (Sukmadinata, 2005). Learning to be merupakan outcomes, yang mana aktivitas itu akan tampak ketika siswa menjalankan ketiga pilar belajar sebelumnya, yaitu learning to know, learning to do dan learning to live together.
Penerapan learning to be dalam pembelajaran sains dapat dikatakan berhasil apabila kebiasaan bekerja ilmiah, seperti kebiasaan berpikir dan bertindak merefleksikan penguasaan pengetahuan, keterampilan, dan sikap ilmiah sudah tumbuh dalam diri siswa. Sikap ilmiah yang dimiliki siswa antara lain: adanya rasa ingin tahu, jujur, objektif, teliti, tekun, dan terbuka menerima pendapat yang benar.
 Mencermati RPP yang dibuat oleh guru yang kemudian dikaitkan dengan ringkasan materi pembelajaran di atas, penerapan pilar learning to be terlihat siswa mendapat pengetahuan secara mendalam tentang kesetimbangan dalam larutan jenuh atau larutan garam sukar larut, memahami hubungan tetapan hasil kali kelarutan dengan tingkat kelarutan atau pengendapannya, mampu menghitung kelarutan suatu elektrolit yang sukar larut berdasarkan harga Ksp atau sebaliknya, dan penambahan ion senama.  Berbekal pengetahuan deklaratif, prosedural, dan struktural yang telah dimiliki sebelumnya tentang hasil kali kelarutan, siswa diharapkan dapat memperkirakan terbentuknya endapan berdasarkan harga Ksp dan membuktikannya dengan percobaan. Selain itu, siswa juga diharapkan dapat mengaplikasikan pengetahuannya dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan kelarutan dan hasil kali kelarutan secara tepat dan bijaksana, sehingga pengetahuan yang dimilikinya tidak hanya sekedar teori semata, tetapi berguna untuk kehidupannya sehari-hari.
Berdasarkan keempat pilar belajar yang telah dipaparkan di atas, dapat direview kembali bahwa indikator pencapaian learning to know dapat kita lihat pada saat siswa secara individu mengerjakan tes pemahaman konsep yang diberikan guru. Indikator pencapaian learning to do dapat kita lihat secara langsung melalui kegiatan kinerja ilmiah, yaitu melakukan percobaan, mengumpulkan data, analisis dan melaporkan data hasil percobaan, isian tugas pada LKS dan solusi/pemecahan permasalahan yang diberikan oleh guru. Indikator pencapaian learning to live together hanya dapat kita ketahui melalui pengamatan langsung pada saat pratikum, bagaimana siswa bekerjasama dan berinteraksi dengan siswa lain. Sedangkan indikator learning to be dapat kita lihat dari outcomes siswa setelah melakukan program pembelajaran, apakah siswa telah menerapkan metode ilmiah dan sikap ilmiah sebagaimana layaknya seorang scientist. Indikator pencapaian learning to be ini juga dapat diketahuai dari kemampuan siswa dalam mengintepretasi data percobaan, kualitas laporan yang dihasilkan, serta kemampuan mengomunikasikan data hasil percobaan secara tepat dan benar.

6.    Simpulan dan Saran
a.      Simpulan
Pembelajaran yang diterapkan oleh guru khususnya topik “Hasil Kali Kelarutan” sudah cukup baik, karena dalam pembelajaran ini keempat pilar belajar (learning to know, learning to do, learning to live together, dan learning to be) sudah terakomodasi cukup baik pada kegiatan inti pembelajaran. Guru menanamkan metode ilmiah dan sikap ilmiah kepada siswa dalam kegiatan pembelajaran. Melalui kegiatan praktikum/percobaan diperoleh suatu pembuktian atas konsep atau rumus, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna (meaningfull) bagi siswa.  
b. Saran
Merujuk pada hasil analisis program pembelajaran yang dirancang dan diterapkan oleh guru, serta penerapan empat pilar belajar dalam pembelajaran tersebut dapat disarankan hal-hal sebagai berikut.
1.      Materi ajar yang dimuat guru dalam RPP ini belum semua sesuai dengan indikator dan tujuan pembelajaran, sehingga bagi perancang program pembelajaran (RPP) terkait topik ini perlu menambahkan beberapa konsep materi, seperti kelarutan, hubungan Hasil Kali Kelarutan (Ksp),  hubungan antara kelarutan dengan pH, dan reaksi pengendapan, serta melakukan pencermatan, konsistensi, dan crosscheck terhadap tujuan pembelajaran, ringkasan materi pembelajaran dan pengalaman belajar siswa.
2.      Pada saat guru membimbing membentuk kelompok praktikum, hendaknya pembagian kelompok dilakukan secara heterogen sehingga siswa yang pandai tersebar di setiap kelompok dan dapat membantu temennya yang kurang pandai.
3.      Pada saat memberikan tes individu, hendaknya guru memberikan dua jenis tes, yaitu tes pemahaman konsep dan tes pengembangan. Dari hasil tes itu dapat diketahui tingkat pengetahuan siswa, apakah masih pada tahap pengetahuan deklaratif, pengetahuan prosedural atau sudah pada tahap struktural.

Referensi:
Madiya, I. W. 2010. Analisis Program Pembelajaran Kimia SMA dengan Topik Hasil Kali Kelarutan . Artikel tugas kuliah (tidak diterbitkan). Singaraja: Pascasarjana, Undiksha

Komentar

juni artini, undiksha mengatakan…
makasi bli madya...kau adalah inspirasiku...heeee...