NANOSAINS: SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN APLIKASINYA


BAB I
PENDAHULUAN

   
1.1  Latar Belakang
 Sains dan teknologi telah terbukti dapat meningkatkan daya saing suatu bangsa secara signifikan, sehingga memasukkan sains dan teknologi sebagai elemen kunci dalam pengembangan bangsa menjadi suatu keharusan. Setiap bangsa terus meningkatkan penguasaan terhadap sains dan teknologi mereka untuk memenangkan persaingan di era global. Memasuki abad ke-21 terjadi penemuan penting mengenai sifat-sifat dan kinerja material pada skala nanometer (10-9m), yang ternyata memiliki keunikan dan keunggulan dibandingkan material pada skala meter atau bahkan mikro meter (10-6m) yang dikenal dengan sains dan nanoteknologi. Nanoteknologi telah mengubah paradigma cara pandang terhadap teknologi; material didesain dan disusun dalam orde atom-per-atom atau molekul-permolekul, sehingga diperoleh suatu bahan yang memiliki sifat istimewa, jauh mengungguli material yang ada saat ini.
Dewasa ini, nanoteknologi telah diaplikasikan pada berbagai macam produk industri, seperti di bidang elektronik, kedokteran, farmasi, konstruksi, industri makanan, tekstil, keramik dan lain-lain. Penggunaan nanoteknologi dalam dunia komputer telah mengubah ukuran komputer menjadi semakin kecil, namun disertai dengan peningkatan kemampuan dan kapasitasnya. Seperti halnya komputer, telepon genggam juga disempurnakan dengan nanoteknologi, sehingga harganya menjadi semakin murah, tetapi dengan kemampuan dan kapasitas yang jauh lebih baik. Produk-produk lainnya seperti nanotekstil, nanokeramik, nano-coating, nanofilm, nanofarmasi dan nanokatalis.
Nanokatalis adalah katalis yang memiliki ukuran 1-100 nanometer. Dasar dari ide nanokatalis ini merujuk kembali pada sifat-sifat materi, yaitu sifat intrinsik dan ekstrinsik. Sifat ekstrinsik materi, bergantung pada kuantitas materi tersebut, misalnya volume dan massa. Sedangkan sifat intrinsik material tidak bergantung pada kuantitasnya, misalnya titik leleh, titik didih, berat jenis, daya hantar, dan titik beku. Jika ditelusuri lebih jauh, peranan katalis adalah menurunkan energi aktivasi dari suatu reaksi, sehingga reaksi yang memerlukan katalis tersebut cenderung akan lebih cepat, sehingga sifat katalis ini amat dipengaruhi oleh sifat intrinsiknya. Artinya, kecepatan reaksi setelah ditambahkan katalis tertentu, akan berbeda jika diganti dengan katalis jenis lain. Di sinilah letak keunikan dari nanokatalis, dimana nanokatalis, dan katalis dengan massa yang sama, tetapi dengan dimensi yang berbeda mampu memberikan tingkat laju reaksi yang berbeda. Nanokatalis mampu mempercepat reaksi jauh lebih tinggi daripada katalis biasa, walaupun dengan penambahan yang relatif sedikit. Namun, perlu diperhatikan, faktor kunci penyebabnya adalah dimensi nanokatalis. Berkurangnya dimensi katalis menjadi skala nano secara ektrinsik akan meningkatkan luas permukaan katalis dan konsekuensinya meningkatkan aktivitas katalis dalam reaksi tertentu.
Merujuk pada uraian di atas, nanokatalis akan mengambil andil besar dalam perkembangan riset dan teknologi, yang pada akhirnya pengaplikasiannya adalah pada kehidupan sehari-hari, seperti bahan bakar, kosmetik, cat dan lain sebagainya. Namun, hal tersebut akanlah mustahil tercapai apabila pengetahuan nanokatalis secara prinsip tidak dipahami dengan benar. Maka dari itu, melalui penulisan karya ilmiah ini, akan dibahas secara detail mengenai (1) metodologi sintesis nanokatalis; (2) cara melakukan karakterisasi; dan (3) kemungkinan penggunaannya dalam industri.

1.2  Tujuan Penulisan
 Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.      Untuk mengetahui metode sintesis nanokatalis.
2.      Untuk mengetahui cara melakukan karakterisasi nanokatalis.
3.      Untuk mengetahui aplikasi nanokatalis ini dalam industri minyak, kosmetik, cat dan lainnya.

1.3  Manfaat Penulisan
 Penulisan makalah ini  diharapkan dapat dimanfaatkan oleh penulis, masyarakat dan pemerintah.
1.      Menambah wawasan dan pengetahuan penulis di bidang nanoteknologi, khususnya nanokatalis, serta ikut berkontribusi dalam pengembangan nanosains dan nanoteknologi.
2.      Masyarakat diharapkan memiliki wawasan mengenai nanokatalis yang sangat prospektif dari segi efisiensi, aktivitas dan ekonomi dalam pengaplikasiannya di industri.
3.      Sebagai bahan pertimbangan bagi Pemerintah Indonesia, khususnya yang membidangi dalam mengembangkan riset nanoteknologi dan pemanfaatan nanokatalis dalam industri.


BAB II
PEMBAHASAN


2.1.  Metodologi Sintesis Nanokatalis
 Saat ini trens teknologi yang berkembang di dunia telah mengarah pada penggunaaan teknologi yang dapat memenuhi kebutuhan dan menyelesaikan permasalahan manusia secara revolusioner. Salah satu yang kini telah menjadi booming dan diprediksi akan menguasai arah teknologi dunia di masa yang akan datang adalah nanoteknologi. Dengan nanoteknologi, material dapat didesain sedemikian rupa dalam orde nano, sehingga dapat memperoleh sifat dan material yang kita inginkan tanpa melakukan pemborosan atom-atom yang tidak diperlukan. Terdapat dua metode pendekatan dalam pembuatan nanopartikel. Pertama secara Top-Down, yaitu membuat partikel berukuran nano secara langsung dengan memperkecil material yang besar. Kedua secara Bottom-Up yaitu menyusun partikel berukuran nano dari atom-atom atau molekul-molekul penyusunnya yang berukuran lebih kecil. Terdapat beberapa jenis pembuatan nanokatalis secara Top-down, yaitu melalui: (1) microemulsion; dan (2) sistem koloid.
Penggunaan mikroemulsi air dalam minyak untuk sintesis nanopartikel adalah salah satu metode paling menjanjikan. Penerapan teknologi ini memungkinkan penyusunan nanopartikel. Teknologi mikroemulsi telah diterapkan untuk sintesis murni  nanopartikel logam (Pt, Pd, Ir, Rh, Rh, Au, Ag, Cu) serta penyusunan  nanopartikel bimetal (Pt/Pd, Pt/Ru, Pt/Ir, Pt/Rh). Metode ini juga dapat digunakan untuk sintesis nanopartikel multimetallic. Dalam kasus nanopartikel bi dan multimetallic komposisi atom dapat diubah sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, metodologi ini dapat digunakan untuk pembuatan berbagai jenis  partikel nano seperti SiO2, CdS, ZnS, ZrO2, CaCO3, BaCO3, CdSe, TiO2, dan lain-lain. Ukuran partikel partikel berkisar antara 1-50 nm tetapi sangat tergantung dari  surfaktan yang bekerja. Keuntungan utama dari metode ini adalah komposisi berbeda  dan ukuran yang bisa diperoleh.
Sifat katalitik dan elektrokatalitik dari nanopartikel tergantung pada keadaan dan  kebersihan permukaan mereka. Untuk alasan yang sangat penting untuk mengembangkan beberapa  prosedur dekontaminasi mampu membersihkan permukaan nanopartikel tanpa  memodifikasi struktur awal dan komposisi permukaan nanopartikel. Dekontaminasi ini akan memungkinkan penerapan nanopartikel dengan katalitik lengkap mereka  atau sifat elektrokatalitiknya.
Penyusunan nanopartikel dalam sistem koloid merupakan salah satu metode yang paling terkenal untuk sintesis nanomaterial. Mensintesis nanopartikel dengan beberapa orientasi preferensi/bentuk dan sangat terkenal bahwa bentuk nanopartikel dipengaruhi oleh sifat optik, elektronik, katalis dan elektrokatalitik. Fakta ini secara khusus penting ketika nanopartikel  akan diterapkan dalam reaksi elektrokatalitik atau katalitik yang peka terhadap  struktur katalis. Penerapan metode ini untuk elektrokatalisis adalah benar-benar konsep yang inovatif. Keuntungan utama menggunakan metode ini adalah kemungkinan  mengendalikan bentuk partikel.
Ukuran partikel partikel berkisar antara 5-50 nm namun sekali lagi sangat  tergantung dari bahan capping yang digunakan. Dengan demikian, berbeda bentuk, dengan berbagai  sifat, dapat dipersiapkan (cubics, tetrahedral, bulat, oktahedral terpotong).  Menggunakan metodologi Pt nanopartikel dari berbagai bentuk telah disusun. Contoh bentuk dari nanopartikel diantaranya proses polyol, spray, dan nanosphere lithography (NSL).
 Proses polyol adalah cara lain menghasilkan partikel logam seperti Cu, Ni, dan Co dalam ukuran nanometer dalam medium bukan air. Dalam metode ini prekursor seperti logam oksida, logam nitrat, dan logam asestat dilarutkan atau dicampur secara homogen dengan ethylene glycol atau diethylene glycol kemudian direfluks pada suhu antara 180- 194oC. Selama reaksi tersebut, prekursor direduksi membentuk partikel logam yang kemudian mengendap di dalam larutan. Partikel CoxCu100-x (4 ≤ x ≤ 49%) dapat disintesis dengan mereaksi cobalt acetate tetrahydrate dan copper acetate hydrate di dalam ethylene glycol. Campuran kemudian direflux pada suhu 180-190oC selama 2 jam. Partikel yang dihasilkan mengendap di dalam larutan yang kemudian dikumpulkan dan dikeringkan. Bubuk nanocrystalline Ni25Cu75 dapat dibuat dengan mereduksi nikel dan tembaga asetat di dalam ethylene glycol.
Spray adalah pembangkitan droplet-droplet kecil dari medium fase cair. Contoh spray yang paling kita kenal adalah parfum, hair spray, cat piloks, obat anti nyamuk cair, paint brush, dan sebagainya. Ukuran droplet yang dihasilkan bergantung pada berbagai faktor seperti viskositas cairan, tegangan peemukaan cairan, ukuran lubang tempat droplet keluar, dan sebagainya.
 Nanosphere lithography (NSL) adalah cara fabrikasi yang ideal untuk menghailkan penyusunan yang teratur dan mendekati homogen nanopartikel di mana ukuran, bentuk, maupun periodisitas dapat dikonrrol dengan mudah. Ukuran dot dapat ditempuh dengan mengontrol lawa aktu deposisi, jarak antar dot diatur dengan menggunakan partikel koloid yang berbeda ukuran, dan jenis material yang dibuat dikontrol dengan mengantur jenis material sumber. Metode ini juga sangat bersih karena berlangsung dalam lingkungan vakum atau mndekati vakum. Salah satu metode NSL yang sekaligus dapat menghasikan tiga macam struktur yaitu caking yang tersusun secara teratur, partikel yang tersusun secara teratur, atau poros yang tersusun secara teratur.

2.2.  Karakterisasi Nanokatalis
Nanokatalis yang telah dibuat perlu diuji apakah struktur katalis tersebut sudah sesuai dengan struktur yang diinginkan atau desain apa tidak. Pengujian nanokatalis ini biasa disebut karakterisasi (characterization). Bagian yang paling penting dalam karakterisasi nanokatalis adalah pemilihan metode karakterisasi nanokatalis yang tepat.
Berhubungan dengan pemilihan metode karakterisasi nanokatalis, ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain: (1) densitas, (2) ukuran partikel, (3) sifat mekanik, (4) luas permukaan, (5) distribusi ukuran pori, dan (6) difusifitas. Densitas adalah massa per satuan volume. Dalam aplikasi praktis di industri, ada dua istilah densitas yang sering digunakan, yaitu densitas partikel dan densitas bulk atau densitas bed. Densitas partikel merupakan rasio antara massa dengan jumlah volume padatan dan pori-pori di dalam partikel (pori-pori tertutup (closed pore) dan terbuka (accessible pore)). Untuk mengukur volume partikel tersebut biasanya digunakan fluida yang bisa penetrasi ke dalam pori-pori internal misalnya mercuri, sehingga disebut dengan mercury density. Densitas skeletal (ds) didefinisikan sebagai perbandingan antara massa beberapa partikel dengan jumlah volume padatan dan pori-pori tertutup (closed pore) di dalam partikel. Densitas bed merupakan perbandingan antara massa partikel dengan jumlah volume padatan, pori-pori di dalam partikel dan ruang kosong antar partikel di dalam bed. Ukuran partikel dapat diukur menggunakan material siever atau dapat juga menggunakan electronic particle analyzer. Sifat-sifat mekanik juga penting dalam aplikasi dan penggunaan katalis. Beberapa sifat mekanik dari katalis yang penting adalah crushing strength, attrition loss, dan loss on ignition.
Luas permukaan (surface area) merupakan sifat yang penting dalam aplikasi katalis. Istilah tekstur merujuk pada struktur pori partikel secara umum, meliputi luas permukaan, distribusi ukuran pori, dan bentuk pori. Dari beberapa sifat kaitannya dengan tekstur tersebut, luas permukaan (surface area, Sg, m2g-1) merupakan parameter yang paling penting kaitannya dengan permukaan katalis di dalam disain katalis heterogen. Luas permukaan total merupakan kriteria krusial untuk katalis padat karena sangat menentukan jumlah situs aktif di dalam katalis kaitanya dengan aktifitas katalis. Pengukuran luas permukaan menggunakan teknik adsorpsi fisik menggunakan prinsip gaya van der Waals. Isoterm keseimbangan dapat digambarkan dimana volume yang teradsorpsi diplotkan terhadap p/p0 (p: tekanan, p0: tekanan jenuh pada temperatur pengukuran).
Distribusi ukuran pori (pore size distribution) juga merupakan parameter penting di dalam kajian karakterisasi katalis. Sifat-sifat pori dalam katalis pada kenyataannya sangat mengendalikan fenomena perpindahan dan berhubungan sekali dengan selektifitas di dalam reaksi katalitik. Sifat-sifat pori seperti volume pori dan distribusi ukuran pori selanjutnya menjadi parameter penting terutama untuk katalis yang bersifat selektif terhadap bentuk dan ukuran pori (shape selective catalysis). Metode penjerapan gas biasanya digunakan untuk mengkarakterisasi material berpori yang berukuran mesopori (diameter 2-50 nm) dan mikropori (diameter < 2 nm). Persoalan mengenai tahanan difusi pori, dan deaktifasi katalis dapat dipelajari dari bentuk dan ukuran porinya.
Disamping itu, terdapat beberapa teknik untuk mengkarakterisasi nanokatalis berdasarkan sifat intrinsik katalis itu sendiri, yaitu sebagai berikut.
1. Temperature Programed Desorption
 Di dalam teknik ini, kemampuan kemisorpsi untuk senyawa-senyawa probe dapat diuji untuk mendapatkan sifat-sifat katalis tertentu, seperti: kekuatan keasaman dan kebasaan katalis, bahkan dapat juga digunakan untuk menentukan jumlah situs asam atau basa di dalam katalis. Kaitannya dengan CO2 TPD, jika CO2 terdesorpsi pada suhu tinggi maka tingkat kebasaan katalis juga tinggi, karena CO2 sebagai senyawa probe yang bersifat asam, sebaliknya jika CO2 terdesorpsi pada suhu rendah, maka tingkat kebasaan katalis juga rendah. Pengukuran dalam pengujian CO2-TPD dapat dilakukan di dalam sebuah reaktor kuarsa menggunakan gas helium sebagai gas carrier. Karakterisasi CO2-TPD ini biasanya dilakukan di dalam sebuah unit TPD/TPR, biasanya merknya Micromeritics 2900 TPD/TPR yang dilengkapi dengan TCD (Thermal Conductivity Detector). Di dalam metode ini, sampel katalis (sekitar 0.05 gram) mula-mula dikalsinasi pada suhu 1073 K dengan adanya aliran gas argon (25 cm3/menit) selama satu jam. Khemisorpsi gas CO2 dilakukan dengan mengalirkan gas tersebut melalui katalis pada suhu 373 K (25 cm3/menit) selama satu jam. Kelebihan CO2 dibuang dengan mengalirkan gas argon pada temperatur adsorpsi tersebut (25 cm3/menit) selama 1 jam. Kemudian, sampel katalis tersebut dipanaskan hingga 1223 K dengan menggunakan pemanasan bertingkat dengan laju kenaikan 5 K/menit dengan adanya aliran gas argon (25 cm3/menit). Jumlah CO2 yang terdesorpsi dianalisis dan ditentukan jumlahnya dengan Gas Chromatography (GC) yang dilengkapi dengan detektor jenis TCD.
2.    Temperature Programed Reduction
 Temperature programmed reduction (TPR) dapat digunakan untuk menentukan tingkat reduksi (reducibility), distribusi keadaan reduksi (bilangan oksidasi), dan efek interaksi antar logam yang digunakan untuk modifikasi dengan penyangganya. Suhu reduksi sangat tergantung kepada kuantitas sampel, persen gas reaktif, kondisi aliran gas, dan kecepatan naiknya suhu. Biasanya campuran gas reaktif dengan inert (H2 dalam N2 atau Ar) biasa digunakan untuk analisis TPR. Persamaan umum untuk reduksi adalah:
MO + H2 → M + H2O
dimana MO menyatakan oksida logam dan M adalah logam. Sebelum analisis TPR dilakukan, logam yang ada di dalam katalis dioksidasi terlebih dahulu menggunakan oksigen. Kemudian, gas pereduksi seperti H2 dalam campuran dengan N2 atau Ar dilewatkan katalis tersebut pada laju alir konstan dan dengan laju kenaikan suhu yang konstan juga. Besarnya H2 yang dikonsumsi oleh reaksi reduksi dapat dianalisis menggunakan Gas Chromatography yang dilengkapi dengan detektor TCD.

3.      Fourier Transform-Infrared (FT-IR) dan Ramann Scattering
 FT-IR dan Raman memberikan informasi karakteristik katalis di permukaan dalam hal struktur oksida logam. Posisi bands atau peak menunjukkan ikatan logam oksigen yang sebenarnya. Metode karakterisasi ini dapat juga memberikan sifat-sifat suatu situs permukaan terhadap molekul probe tertentu, sehingga interaksi antar molekul dan reaktifitas permukaan dapat dipelajari. Bahkan mekanisme reaksi dapat diperoleh dari metode ini dengan melakukan karakterisasi di tempat (in situ). FT-IR dan Raman mampu mengkarakterisasi struktur molekul di permukaan katalis. Kedua metode ini saling melengkapi, beberapa struktur yang tidak dapat ditampilkan oleh FT-IR (Raman in active) dapat ditunjukkan oleh Raman, demikian juga sebaliknya (Leofanti et al., 1997a, 1997b; Wach, 1996; Chen and Wach, 2003).
Perkin Elmer Spectrum GX NIR FT-Raman yang dilengkapi dengan sumber laser Nd:YAG dapat digunakan untuk analisis FT-IR dan Raman dengan spektrum tengah infra merah (4000-100 cm-1). Untuk analisis FT-IR dapat menggunakan teknik film KBr dimana sampel katalis dicampur dengan KBr dengan perbandingan tertentu kemudian dibuat film tipis. Spektrum IR dilakukan dengan mode absorbansi pada 298 K dengan panjang gelombang 4000 – 400 cm-1 dengan resolusi 2 cm-1. Tenaga eksitasi dapat divariasikan (25-500 mW) tergantung pada sampel. Peak Raman shift dari sampel katalis dianalisis dalam rentang 4000 – 100 cm-1 tergantung pada oksida logamnya. Pada analisa katalis dengan Raman, sampel dimasukkan dan dipress di sample holder. Excitation line diset pada 514.4 nm.

4.    X-Ray Difraction
 Karakterisasi X-Ray Diffraction (XRD) dimaksudkan untuk mengidentifikasi fasa bulk suatu katalis dan untuk menentukan sifat kristal atau kristalinitas dari suatu katalis. Kebanyakan dari katalis adalah berbentuk padatan kristal seperti oksida logam, zeolite, dan logam yang berpenyangga. XRD menjadi teknik yang cukup handal dan mendasar untuk mengevaluasi sifat-sifat fasa kristal and ukuran kristal (Leofanti et al., 1997a, 1997b). Namun demikian, metode ini tidak cocok atau tidak mampu menampilkan sifat-sifat yang diperlukan untuk katalis-katalis yang bersifat bukan kristal.
Di dalam analisis XRD, kristal katalis memantulkan sinar X yang dikirimkan dari sumber dan diterima oleh detektor. Dengan melalukan sudut kedatangan sinar X maka spektrum pantulan adalah spesifik yang berhubungan langsung dengan lattice spacing dari kristal yang dianalisis. Pola difraksi di-plotkan berdasarkan intensitas peak yang menyatakan peta parameter kisi kristal atau indeks Miller (hkl) sebagai fungsi 2θ, dimana θ menyatakan sudut difraksi berdasarkan persamaan Bragg (Richardson, 1989).
Metode XRD banyak digunakan untuk mengidentifikasi dan mengkarakterisasi material yang digunakan sebagai katalis, karena banyak material katalis yang berwujud kristal. Teknologi XRD ini juga mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi dan menentukan besarnya bagian fasa dalam padatan, film tipis, dan sample multi fasa. Salah satu alat XRD yang biasa digunakan adalah Siemen D5000 yang menggunakan radiasi Cu-Kα radiation (λ= 1.54056). Tabung X-ray dioperasikan pada 40 kV dan 30 mA.
Karakteristik yang paling penting dari katalis logam berpenyangga adalah: (1) ukuran dan dispersi kristal, yang merupakan fraksi atau jumlah bagian atom logam yang berhubungan dengan jumlah situs aktif; (2) distribusi di dalam granul penyangga, yang menentukan akses ke situs-situs aktif; (3) rasio antar permukaan kristal, yang mempunyai peran penting dalam reaksi sebagai struktur yang sensitif.

3.4 Aplikasi Nanokatalis
 Nanokatalis memiliki prospek yang menjanjikan untuk kesejahteraan hidup manusia. Hal ini dapat dibuktikan dengan beragamnya aplikasi dari nanokatalis di bidang industri. Dalam bidang kosmetika, kita kenal chitosan sebagai salah satu bahan aktif penunda penuaan dini, dimana produksinya cukup sulit. Di industri minyak, yang sebelumnya dipakai katalis solid-supported platinum dalam proses cracking, bisa digantikan oleh nanokatalis bimetal Pt:Pd sehingga laju reaksi perengkahan serta produk diharapkan maksimal. Dalam industry cat, dipakai nanokatalis TiO2. Untuk mengatasi kelemahan cat yang ada sekarang ini yang ukurannya masih dalam orde mikrometer, nanoteknologi menawarkan teknologi pembuatan cat dengan merubah ukuran partikel cat dalam orde nanometer. Karena ukuran partikelnya kecil sekali maka debu atau kotoran serta molekul pengotor lainnya sulit masuk dan hanya bisa menumpuk di permukaan dicat. Penyebabnya: debu ukuran lebih besar (mikrometer) dibandingkan dengan partikel cat yang ukurannya (nanometer) 1/1400 kali dari debu. Keunggulannya, kotoran atau debu yang hanya menumpuk di permukaan cat dapat dibersihkan dengan mudah. Uap air penyebab karat pun akan sulit menembus brikade partikel cat yang ukurannya di bawah 140 nanometer tersebut. Akibatnya cat nanopartikel menjadi lebih unggul dalam hal: mudah dibersihkan, tahan lama dan bahkan warna tetap cemerlang. Untuk memperbaiki ketahanannya terhadap jamur, sinar ultraviolet (UV) dan lain-lain, pada cat nanopartikel ini pun ditambahkan nanopartikel anti jamur atau anti UV lainnya.
Nanoteknologi untuk cat nanopartikel ini dihasilkan dengan mendisain molekul-molekul partikel polimer sehingga mampu menghasilkan sifat yang unggul dibanding-kan cat yang ada sekarang ini. Dulux, misalnya, telah mempatenkan sebuah proses yang menggunakan molekul penstabil (stabilizer) yang dirancang untuk berpartisipasi dalam reaksi kimia yang merangsang pembentukan nanopartikel. Hasilnya, partikel hiper-stabil yang dengan mudah mampu mengakomodasi stres yang diberikan oleh pewarna derajat tinggi (high level tinter) atau pun shear mekanis. Dengan cara ini cat berupa gloss coating (seperti pada furniture) dapat dibuat yang merupakan hasil disain nanopartikel untuk mendapatkan permukaan yang sangat halus sehingga diharapkan memiliki ketahanan terhadap goresan yang tinggi

BAB IV
PENUTUP

  
4.1 Simpulan
 Berdasarkan pembahasan di depan dapat disimpulkan sebagai berikut.
1.      Nanokatalis secara umum dapat disintesis melalui dua pendekatan, yaitu bottom-up dan top-down. Pendekatan ini meliputi metode emulsi, koloidal, Polyol, Spray, dan Nanosphere Lithography (NSL).
2.      Karakterisasi dapat dilakukan melalui instrumentasi Temperature Programmed Desorption (TPD), Temberature Programmed Reduction (TPR), Fourrier Transform-Infrared Spectroscopy (FT-IR) dan Raman Scattering, serta X-Ray Diffraction (XRD).
3.      Katalis skala nano dapat diaplikasikan dalam bidang kosmetika (chitosan), bidang perminyakan dalam proses cracking, bidang cat yaitu diciptakan material cat TiO2 yang jauh lebih baik dibandingkan cat yang ada sekarang.

4.2 Saran
 Adapun saran yang penulis dapat sampaikan adalah pengembangan riset nanokatalis trimetalik Ru:Mn:Ni dalam reaksi katalitik fixed bed agar dapat dilakukan di Indonesia oleh institusi terkait, sehingga diharapkan juga negara kita dapat mengambil andil dalam pengembangan nanokatalis sekaligus memproduksi bahan bakar alternative (metanol dan propuna) dari hasil “daur ulang” CO2 hasil pembakaran kendaraan bermotor maupun industri. Tentu saja hal ini juga dapat mengurangi penyebab global warming, dan mendukung program pelestarian lingkungan.

Komentar