MODEL PEMBELAJARAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT (STM) DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN SAINS



MODEL PEMBELAJARAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT (STM) DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN SAINS
 











OLEH.
I WAYAN MADIYA                (1029061024)
I PUTU HENDRA SANJAYA (1029061033)
I KETUT SUBUDI                    (1029061023)







JURUSAN PENDIDIKAN SAINS
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2010

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Pendidikan merupakan aktivitas untuk mempersiapkan siswa agar mampu menjadi warga masyarakat yang memiliki kontribusi positif bagi masyarakat atau lingkungan di masa yang akan datang. Pendidikan diselenggarakan untuk memastikan bahwa siswa memiliki kecakapan hidup (life skills) di masyarakat. Untuk mewujudkannya, maka pengembangan pendidikan harus bersandar pada empat pilar pendidikan, yaitu 1) program pembelajaran yang diberikan hendaknya mampu memberikan kesadaran kepada masyarakat sehingga mau dan mampu belajar (learning to know), 2) bahan belajar yang dipilih hendaknya mampu memberikan pekerjaan alternatif kepada siswanya (learning to do), 3) pembelajaran harus memberikan motivasi untuk hidup dalam era sekarang dan memiliki orientasi hidup ke masa depan (learning to be), 4) pembelajaran tidak cukup hanya diberikan keterampilan untuk dirinya sendiri, tetapi keterampilan untuk hidup bertetangga, bermasyarakat, berbangsa dan hidup dalam pergaulan antar bangsa-bangsa dengan semangat kesamaan dan kesejajaran (learning to live together) (Delors dalam Anwar, 2004).
Berbagai kegiatan telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Ada tiga isu utama yang perlu disoroti dalam peningkatan mutu pendidikan, yaitu pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas pembelajaran, dan efektifitas metode pembelajaran (Nurhadi et al, 2004).
Kurikulum yang diimplementasikan di Indonesia telah mengalami berbagai perubahan, di antaranya perubahan kurikulum 1994 menjadi kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dan dewasa ini pemerintah telah menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP tersebut dikembangkan dan dilaksanakan sebagai penyempurnaan dari KBK. Tujuannya adalah untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional pada tahun 2007. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional  dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional pendidikan mengamanatkan kurikulum KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu kepada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) (BNSP, 2006).
KTSP disusun berdasarkan tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan siswa, sehingga penyusunan kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah itu sendiri (BNSP, 2006). Pemberlakuan KTSP, menuntut siswa untuk memiliki kompetensi khusus dalam semua mata pelajaran setelah proses pembelajaran. Kompetensi merupakan kemampuan berpikir, bertindak, dan bersikap secara konsisten sebagai perwujudan dari pengetahuan, keterampilan, dan nilai. Kompetensi ini sebagai bekal bagi siswa agar dapat menanggapi: 1) isu lokal, nasional, kawasan, dunia, sosial, ekonomi, lingkungan dan etika; 2) menilai secara kritis perkembangan dalam bidang sains dan teknologi serta dampaknya; 3) memberi sumbangan terhadap kelangsungan perkembangan sains dan teknologi; dan  4) memilih karir yang tepat (BNSP, 2006).
Dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas, proses pembelajaran harus mengacu pada standar proses yang tertuang dalam permendiknas No 41 tahun 2007. Bahwa proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang dan memotivasi peserta didik. Sehingga selama proses pembelajaran siswa seharusnya ikut terlibat secara langsung, agar siswa memperoleh pengalaman dari proses pembelajaran.
Penerapan yang terjadi di lapangan sangat berbeda dengan apa yang diharapkan oleh pemerintah seperti yang dijelaskan di atas. Pelaksanaan KTSP yang sudah diterapkan hampir tiga tahun, belum sesuai dengan tujuan yang dikembangkan. Pendekatan konvensional masih tampak mendominasi kegiatan belajar yang bersifat teoritik dan mekanistik. Bersifat teoritik berarti proses pembelajaran belum menjangkau ranah aplikasi kongkret, sedangkan bersifat mekanistik berarti proses pembelajaran dimulai dengan penjelasan konsep, dilanjutkan dengan contoh dan pemberian soal latihan. Efek pembelajaran berorientasi mekanistik mengarah pada hafalan konsep dan pengerjaan soal. Pembelajaran yang sedemikian tersebut menyebabkan kurangnya pengembangan kecakapan atau keterampilan berpikir dan proses sains, yang meliputi keterampilan proses dan sikap ilmiah, Sehingga, harapan terbentuknya pengetahuan yang baru dan kokoh pada diri pebelajar tidak akan diperoleh secara maksimal.
Sebagai upaya mengatasi permasalahan tersebut, pendidik berkewajiban untuk mengembangkan model pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan berpikir dan proses sains siswa. Terkait dengan itu, maka cara terbaik bagi siswa untuk mempelajari sains adalah dengan menghadapkan mereka pada masalah otentik yang menantang dan menggugah pikirannya, merangsang kebiasaan berpikir, mengeluarkan gagasan, dan melakukan tindakan yang berhubungan dengan pemecahan masalah terkait dengan isu-isu sains dan teknologi yang ada di masyarakat dan lingkungan sekitar siswa.
Model pembelajaran yang diimplementasikan dengan mengaitkan dan memadankan (link and match) konten pembelajaran dengan isu-isu sains dan teknologi yang ada di masyarakat lokal, nasional maupun regional adalah model pembelajaran Sains, Teknologi, dan Masyarakat (STM). Model pembelajaran STM adalah model pembelajaran yang memanfaatkan lingkungan sebagai sasaran belajar, sumber belajar, dan sarana belajar. Model pembelajaran STM merupakan model pembelajaran alternatif yang dapat digunakan untuk menarik perhatian siswa dalam pembelajaran sains sehingga literasi sains dan teknologi siswa dapat meningkat (Holubova, 2005). Literasi sains dan teknologi, menurut Yager (1996) mencakup enam domain yaitu domain konsep, domain proses, domain kreativitas,  domain sikap, domain aplikasi dan keterkaitan, serta domain cara pandang terhadap dunia. Pendekatan STM dalam pembelajaran sains merupakan perekat yang mempersatukan sains, teknologi, dan masyarkat (Rustom Roy dalam Sadia, 2009). Melalui pendekatan STM, para siswa belajar sains dalam konteks pengalaman nyata yang mencakup penerapan sains dan teknologi (Yager, 1996). Pengetahuan yang dibangun melalui pendekatan STM akan ada pada diri siswa sebagai copy situasi kehidupan yang nyata. Dengan demikian wawasan mengenai pendekatan STM  perlu dikenal/dipahami sebagai salah satu pendekatan dalam pembelajaran sains di sekolah.

1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.
1.      Bagaimanakah pengertian sains teknologi masyarakat (STM) dalam pembelajaran sains dan hubungannya dengan hakekat pendidikan sains?
2.      Bagaimanakah hubungan antara sains, teknologi, dan masyarakat (STM)?
3.      Bagaimanakah prinsip penerapan pendekatan STM?
4.      Bagaimanakah aplikasi pendekatan STM dalam rancangan program pembelajaran di kelas?


1.3    Tujuan Penulisan
1.      Menjelaskan pengertian sains teknologi masyarakat (STM) dalam pembelajaran sains dan hubungannya dengan hakekat sains.
2.      Mendeskripsikan hubungan antara sains, teknologi, masyarakat (STM).
3.      Mendeskripsikan prinsip penerapan pendekatan STM.
4.      Mampu menerapkan pendekatan STM dalam rancangan program pembelajaran di kelas.

1.4    Manfaat Penulisan
Secara umum manfaat penulisan makalah ini adalah dapat memberikan informasi tentang pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) dan penerapannya dalam  pembelajaran sains. Adapun manfaat khusus yang dapat diperoleh dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1)      Bagi Penulis
a)      Menambah pemahaman tentang pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) dan penerapannya dalam  pembelajaran sains.
b)      Mampu merancang pembelajaran sains dengan pendekatan STM sesuai dengan Permendiknas RI Nomor 41 tentang standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah.

2)      Bagi Pembaca
a)      Menambah wawasan dan pemahaman tentang pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) dan penerapannya dalam  pembelajaran sains.
b)      Menambah wawasan dan pemahaman tentang implementasi pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) dalam  pembelajaran sains di sekolah sesuai dengan Permendiknas RI Nomor 41 tentang standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah.







BAB II
PEMBAHASAN


2.1.     Pengertian Sains Teknologi Masyarakat (STM), Tujuan Pendekatan STM dalam Pembelajaran Sains dan Hubungannya dengan Hakekat Pendidikan Sains.

2.1.1.    Pengertian Sains Teknologi Masyarakat (STM) dalam Pembelajaran Sains

Sains Teknologi Masyarakat (STM) yang diterjemahkan dari akronim bahasa Inggris STS (“Science Technology Society”) adalah sebuah gerakan pembaharuan dalam pendidikan sains. Pembaharuan ini mula-mula terjadi di Inggris dan Amerika, sekarang sudah merebak ke negara-negara lain. Pendekatan STM dalam pendidikan sains diyakini oleh pakar-pakar di Amerika sebagai pendekatan yang tepat, sebab pendekatan ini berusaha untuk menjembatani materi di dalam kelas dengan situasi dunia nyata di luar kelas yang menyangkut perkembangan teknologi dan situasi sosial kemasyarakatan. Hal ini menggambarkan bahwa pendekatan STM dijalankan untuk mempersiapkan peserta didik dalam menghadapi masa depannya. Pendekatan ini menuntut agar peserta didik diikutsertakan dalam penentuan tujuan, perencanaan, pelaksanaan, cara mendapatkan informasi, dan evaluasi pembelajaran. Adapun yang digunakan sebagai penata (organizer) dalam pendekatan STM adalah isu-isu dalam masyarakat yang ada kaitannya dengan Sains dan Teknologi.
National Science Teachers Association (NSTA) (1990 :1) memandang STM sebagai the teaching and learning of science in the context of human experience. STM dipandang sebagai proses pembelajaran yang senantiasa sesuai dengan konteks pengalaman manusia. Dalam pendekatan ini siswa diajak untuk meningkatakan kreativitas, sikap ilmiah, menggunakan konsep dan proses sains dalam kehidupan sehari-hari.
Definisi lain tentang STM dikemukakan oleh PENN STATE (2006:1) bahwa STM merupakan an interdisciplinary approach which reflects the widespread realization that in order to meet the increasingdemands of a technical society, education must integrate across disciplines. Dengan demikian, pembelajaran dengan pendekatan STM haruslah diselenggarakan dengan cara mengintegrasikan berbagai disiplin (ilmu) dalam rangka memahami berbagai hubungan yang terjadi di antara sains, teknologi dan masyarakat. Hal ini berarti bahwa pemahaman kita terhadap hubungan antara sistem politik, tradisi masyarakat dan bagaimana pengaruh sains dan teknologi terhadap hubungan-hubungan tersebut menjadi bagian yang penting dalam pengembangan pembelajaran di era sekarang ini.
Pandangan tersebut senada dengan pendapat NC State University (2006: 1), bahwa STM merupakan an interdisciplinery field of study that seeks to explore a understand the many ways that scinence and technology shape culture, values, and institution, and how such factors shape science and technology. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa STM merupakan sebuah pendekatan yang dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana sains dan teknologi masuk dan merubah proses-proses sosial di masyarakat, dan bagaimana situasi sosial mempengaruhi perkembangan sains dan teknologi.

2.1.2.    Tujuan Pendekatan STM

Berdasarkan pengertian STM sebagaimana diungkapkan di bagian sebelumnya, maka dapat diungkapkan bahwa yang menjadi tujuan pendekatan STM ini secara umum sebagaimana diungkapkan oleh Rusmansyah (2001: 3) adalah agar para peserta didik mempunyai bekal pengetahuan yang cukup sehingga ia mampu mengambil keputusan penting tentang masalah-masalah dalam masyarakat dan sekaligus dapat mengambil tindakan sehubungan dengan keputusan yang diambilnya.
PENN STATE (2006:1) secara lebih terinci merumuskan tujuan STM/ STS sebagai berikut.
1)      STS provides a bridge between the sciences and the liberal arts.
2)      STS encourages communication between diverse disciplines, so students may better appreciate the many complex ways in which science, technology, and society interact.
3)      STS critically examines issues such as genetic engineering, the environment, emergent diseases, computers and the Internet, applied ethics, nuclear waste, and international agriculture.
4)      STS provides students with the foundations for responsible citizenship, and the skills necessary to succeed in a highly competitive and constantly changing future workplace.

Sedangkan NC State University (2006:1) menggariskan tujuan program pembelajaran STM/STS sebagai berikut.
1)      Help its students learn some of the alternative ways of thinking and conducting research that characterize the interdisciplinary Science, Technology & Society field, and to relate these tolarger human concerns.
2)      Enable its students to explore complex STS topics by seeing them from multiple perspectives and in relation of other topics,and to integrate STS information and concepts from a variety of sources.
3)      Provide its students with the skills and resources to learn key STS concepts, literature, practices, and issues in order to encourage lifelong learning.
Berdasarkan dua pandangan tersebut, maka dapat disederhanakan bahwa STM dikembangkan dengan tujuan agar :
1)        peserta didik mampu menghubungkan realitas sosial dengan topik pembelajaran di dalam kelas,
2)        peserta didik mampu menggunakan berbagai jalan/ perspektif untuk mensikapi berbagai isu/ situasi yang berkembang di masyarakat berdasarkan pandangan ilmiah, dan
3)        peserta didik mampu menjadikan dirinya sebagai warga masyarakat yang memiliki tanggungjwab sosial.

2.1.3.    Hubungan STM dengan Hakekat Pendidikan Sains

Pada hakekatnya sains memiliki dua dimensi yaitu sains sebagai proses dan sains sebagai produk. Sains sebagai suatu proses, merupakan rangkaian kegiatan ilmiah atau hasil-hasil observasi terhadap fenomena alam untuk menghasilkan pengetahuan ilmiah (scientific knowladge) atau keterampilan dan sikap-sikap yang dibutuhkan untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan. Sedangkan sains sebagai produk merupakan kumpulan pengetahuan yang meliputi fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, teori-teori, generalisasi, dan hukum-hukum.
Sains sebagai proses dan sains sebagai produk bukanlah merupakan dua dimensi yang terpisah, namun merupakan dua dimensi yang terjalin erat sebagai suatu kesatuan. Proses sains akan menghasilkan pengetahuan atau produk sains yang baru, dan pengetahuan sebagai produk sains akan memunculkan pertanyaan baru untuk diteliti melalui proses sains, sehingga dihasilkan pengetahuan (produk sain) yang lebih baru lagi. Dari hal itu dapat dilihat bahwa sains selalu berkembang dari waktu ke waktu.
Pendidikan Sains merupakan salah satu aspek pendidikan dengan menggunakan sains sebagai alatnya untuk mencapai tujuan pendidikan pada umumnya dan pendidikan sains pada khususnya. Salah satu sasaran yang dapat dicapai melalui pendidikan sains adalah “pengertian sains” itu sendiri (Amien, dalam Sadia, 2009). Tujuan utama pendidikan sains adalah mengembangkan individu-individu yang literasi sains. Literasi sains meliputi pengetahuan tentang usaha ilmiah, hukum-hukum dan teori ilmiah, serta keterampilan inkuiri. Hal yang paling esensial dalam membentuk manusia yang literasi sains adalah memiliki pengetahuan yang fundamental tentang sains. Individu yang literasi sains memiliki kemampuan untuk menggunakan aspek-aspek fundamental Sains dalam memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari, dan dalam pengambilan keputusan bagi kepentingan umum maupun personal. Esensi sains adalah kegunaannya sebagai alat dalam penemuan pengetahuan dengan jalan observasi, eksperimen, dan pemecahan masalah.
Dalam pendidikan Sains, baik itu sains sebagai proses dan sains sebagai produk harusnya mendapat penekanan yang seimbang. Selama ini tampak bahwa pengajaran Sains di sekolah memberi tekanan yang jauh lebih besar terhadap “Sains sebagai produk”, dari pada “Sains sebagai proses”. Pendidikan Sains pada hakekatnya dapat digunakan untuk membekali subjek didik dengan pengetahuan dan keterampilan proses, tetapi juga dapat digunakan untuk menanamkan sikap dan nilai. Jadi pendidikan Sains dapat digunakan sebagai wahana klarifikasi nilai, yang selama ini kurang mendapat perhatian dari para guru Sains.

2.2.     Hubungan Antara Sains, Teknologi, dan Masyarakat (STM).

2.2.1 Hubungan Sains dengan Teknologi

Hubungan antara sains dan teknologi serta keterkaitannya dengan tujuan-tujuan pendidikan dapat dijelaskan melalui Gambar 1.





PRODUCT
Knowledge
Produce
Technologi
The Application of
Scientific Knowledge
PROCESS        
 The Method of          Science

SCIENCE
New Question
Investigation
 













Gambar 1. Hubungan Sains dan Teknologi
(Sumber: Hungeford, Harold R, et al dalam Sadia.,1990:7)

Berdasarkan bagan pada Gambar 1 di atas, terlihat bahwa sains memberi kontribusi terhadap teknologi, yang tercermin pada penerapan produk sains dalam teknologi. Sains memberi cara atau alat untuk mengestimasi perilaku benda-benda. Para insinyur menggunakan pengetahuan tentang sains untuk memecahkan masalah-masalah praktis. Sebaliknya, teknologi memberikan mata dan telinga bagi sains. Misalnya, teknologi computer berperan penting bagi perkembangan subatansial dalam mempelajari system cuaca, struktural kristal, struktur gen, dan sebagainya. Teknologi tidak hanya memberi alat bagi sains. Tetapi juga memberi motivasi dan arah bagi teori-teori penelitian. Misalnya, teori konservasi energi sebagian besar dikembangkan dari problem teknologi dalam meningkatkan efisiensi mesin uap (Sadia, 1997).
            Teknologi adalah suatu cara atau teknik yang digunakan dalam usaha manusia memecahkan masalah dan beradaptasi dengan lingkungannya. Teknologi mencakup banyak hal, dibandingkan dengan pengetahuan (sains) dan keterampilan yang berhubungan dengan komputer dan aplikasinya. Teknologi merupakan bentuk kedua dari pengetahuan dimana konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan dari bebrapa ilmu lainnya (termasuk sains) dan penerapannya untuk menemukan identitas yang diperlukan atau memecahkan masalah yang menggunakan bahan materi, energi, dan peralatan (termasuk komputer). Lebih lanjut, hubungan antara sains dan teknologi juga digambarkan dalam diagram seperti pada Gambar 2.
Gambar 2. Hubungan Antara Sains dan Teknologi serta Pertaliannya dengan Tujuan-tujuan Pendidikan (Sumber: Galib, 2001)

Gambar 2 menunjukkan bahwa sains dan teknologi memiliki titik mulai yang berbeda. Kegitan sains diawali dengan bertanya kepada alam atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang dunia kealaman (natural world), sedangkan kegiatan teknologi diawali dari masalah-masalah yang sedang dihadapi manusia dalam beradaptasi dengan lingkungan/alam.

2.2.2 Hubungan Teknologi dengan Masyarakat

Daya cipta individu merupakan sesuatu yang esensial dalam inovasi teknologi. Perkembangan teknologi sangat dipengaruhi oleh sosial ekonomi dan sifat dari masyarakat. Sebaliknya, teknologi menimbulkan perubahan pola hidup, politik, religius, dan kesejahtraan dari masyarakat. Jadi, terdapat hubungan timbal balik antara teknologi dan masyarakat.

2.2.3   Hubungan Sains dengan Masyarakat
 Produk-produk sains memberi kontribusi bagi kesejahtraan umat manusia. Sains sebagai proses, memberikan manusia kapasitas berpikir untuk memecahkan masalah. Sebaliknya, kebutuhan manusia baik sebagai individu maupun sebagai warga masyarakat, memberi dorongan  yang kuat bagi perkembangan sains.
Dengan demikian, hubungan antara sains-teknologi-masyarakat dapat digambarkan sebagai berikut.

SAINS


MASYARAKAT

TEKNOLOGI
 










Gambar 3. Interaksi Sains-Teknologi-Masyarakat
(Sumber: Hungerford, Volk & Ramsey dalam Sadia, 1990)

Melalui pembelajaran dengan pendekatan STM, memungkinkan siswa untuk tahu akan wujud dari sains, teknologi, masyarakat, dan lingkungan sebagai satu kesatuan. Hal ini bearti untuk membantu siswa untuk mengerti sains, kemajuannya dan bagaimana sains mempengaruhi lingkungan, teknologi, dan masyarakat dalam perkembangannya. Pendekatan STM memberikan informasi kepada pembelajar tentang apa yang bisa disediakan lingkungan terhadap sains, teknologi, dan masyarakat untuk memperoleh keuntungan dan keberadaannya. Hal ini memungkinkan siswa akan memahami bagaimana teknologi mempengaruhi perkembangan sains dan mempengaruhi lingkungan dan masyarakat pada waktu bersamaan. Penekanannya harus pada bagaimana untuk memungkinkan siswa untuk mendalami pengetahuan yang berhubungan dengan hubungan timbal balik secara penuh antara sains, teknologi, masyarakat, dan lingkungan. Siswa akan diberikan sebuah kesempatan untuk meramal pengetahuan yang mereka peroleh dari pendidikan, sehingga meraka dapat memecahkan masalah-masalah baru baik yang terprediksi maupun yang tak terprediksi, dari sekarang.
Para siswa dapat menyusun, menilai dan mengidentifikasi hubungan timbal balik antara pengetahuan, teknologi, masyarakat, dan menerapkannya dalam kemampuan pengambilan keputusan yang terus meningkat dalam konteks yang ditunjukkan di bawah ini, sebagai berikut.
1.      Kompleksitas pemahaman, dan gagasan kongkrit yang sederhana menuju gagasan yang abstrak, dari pengetahuan yang terbatas menuju pengetahuan yang lebih dalam dan luas.
2.      Aplikasi dalam konteks, pribadi dan lokal menuju konteks yang lebih global dan memasyarakat.
3.      Pertimbangan variabel dan perspektivitas, dari satu atau dua contoh sederhana menuju contoh yang lebih kompleks.
4.      Penilaian kritis, dari penilaian yang sederhana menuju evaluasi yang lebih kompleks.
5.      Pengambilan keputusan, dari keputusan yang didasarkan pada pengetahuan yang terbatas dengan bimbingan guru menuju keputusan yang didasarkan pada riset yang lebih luas, menyertakan penilaian pribadi dan penilaian yang lebih bebas (Senior Manitoba Foundations for scientific Literacy).

2.3.     Prinsip Pembelajaran Sains dengan Menggunakan Pendekatan STM.
Pendekatan STM merupakan salah satu pendekatan dalam pembelajaran Sains di sekolah. Sasaran yang ingin dicapai melalui pendekatan STM adalah meningkatkan minat siswa terhadap Sains serta membentuk pribadi siswa yang literasi Sains dan teknologi. Melalui pendekatan STM, para siswa sebagai warga masyarakat diharapkan lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan alam dan sosialnya. Pendekatan STM merupakan “perekat” yang mempersatukan Sains, Teknologi, dan Masyarakat (Rustum Roy dalam Sadia. 2009). Pengajaran Sains akan lebih bermakna jika konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan teori-teori Sains dikemas dalam kerangka yang bertalian dengan teknologi dan masyarakat.
Hasil penelitian USA yang dilakukan oleh Yager menunjukkan bahwa jumlah siswa yang merasa bahwa Sains tidak menyenangkan dan hanya merupakan hafalan fakta meningkat pada kelas-kelas yang makin tinggi. Kesan siswa bahwa guru Sains berusaha untuk membuat Sains menarik, menimbulkan rasa ingin tahu, serta mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat, menurun pada kelas-kelas yang makin tinggi. Disamping itu terungakap pula bahwa 1) guru Sains terikat pada buku ajar yang diikuti baik isi, urutan, maupun contoh-contohnya secara kaku, 2) kebutuhan dan minat siswa diabaikan, dan 3) disiplin dalam sains dipisahkan secara sangat tajam, dan tidak ditunjukkan aplikasinya dan kaitannya dengan disiplin lainnya.
Tujuan utama pendidikan Sains dengan pendekatan STM (Yager, 1996) adalah mempersiapkan siswa menjadi warga negara dan warga masyarakat yang memiliki suatu kemampuan dan kesadaran untuk :
  1. Mengidentifikasi konsep, prinsip, serta proses Sains dan teknologi pada situasi nyata.
  2. Melakukan perubahan (change).
  3. MeMbuat keputusan yang tepat dan mendasar tentang isu / masalah-masalah yang sedang dihadapi yang memiliki komponen sains dan teknologi.
  4. Merencanakan kegiatan-kegiatan, baik secara individu ataupun kelompok dalam rangka pengambilan tindakan dan pemecahan isu dan masalah yang sedang dihadapi (planing).
  5. Bertanggung jawab terhadap pengambilan keputusan dan tindakannya (responsibility).
Ada dua visi dan tujuan pendekatan STM dalam pendidikan Sains seperti dikutip oleh Pedersen dalam National Science Teacher Assosiation (NSTA) di USA, yaitu :
a)    STM melibatkan siswa dalam pengalaman dan isu-isu / masalah-masalah yang berhubungan langsung dengan kehidupan mereka.
b)    STM memberdayakan siswa dengan berbagai keterampilan sehingga mereka menjadi warga negara yang bertanggung jawab dan lebih aktif merespon isu/ masalah yang mempengaruhi kehidupan mereka.
NSTA mendifinisikan STM sebagai “the teaching and learning of science in the contaxt of human experience ” (Yager, 1992). NSTA mengajukan sebelas ciri dalam mendeskripsikan pendekatan STM dalam pembelajaran Sains, yaitu :
1)      Siswa mengidentifikasi masalah-masalah sosial dan teknologi di daerahnya serta dampaknya.
2)      Menggunakan sumber lokal (manusia dan material) untuk memperoleh informasi yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah.
3)      Keterlibatan siswa secara aktif dalam mencari informasi yang dapat digunakan dalam memecagkan masalah dalam kehidupan nyata.
4)      Perluasan untuk terjadinya proses belajar yang melampaui waktu, kelas, dan sekolah.
5)      Memusatkan pengaruh Sains dan teknologi kepeda siswa.
6)      Pendangan bahwa materi subjek lebih dari sekedar konsep yang harus dikuasai siswa.
7)      Penekanan pada keterampilan proses yang dapat digunakan siswa dalam memecahkan masalah.
8)      Penekanan terhadap kesadaran karir, terutama karir yang berhubungan dengan Sains dan teknologi.
9)      Memberi kesempatan kepada siswa untuk berperan sebagai warga masyarakat, jika telah dapat mengatasi isu yang telah diidentifikasinya.
10)  Identifikasi cara-cara yang memungkinkan Sains dan teknologi memecahkan masalah di masa depan.
11)  Perwujudan otonomi dalam proses belajar sebagai isu individu.
Keuntungan pendekatan STM dalam pembelajaran Sains adalah berlakunya model belajar konstruktivisme. Pendekatan STM sejajar dengan pelaksanaan pandangan konstruktivisme dalam belajar dan mengajar (Yager, 1992), dimana didasarkan atas asumsi “pengetahuan dibangun di dalam pikiran pelajar” (Bodner, dalam Sadia. 2009). Model konstruktivisme tentang belajar dan mengajar, member tekanan pada pentingnya peran prior knowledge siswa dalam belajar, serta memperhatian bagaimana pengetahuan itu dibangun di dalam struktur kognitif siswa. Jadi model konstruktivis menempatkan siswa pada posisi sentral dalam proses pembelajaran. Pendekatan STM di samping menggunakan konsep-konsep, dan prinsip-prinsip yang berlaku pada model konstruktivis dalam pembelajaran, juga memberi kesempatan kepada siswa sebagai decision maker dalam pemecahan masalah.
Berikut ini dikemukakan perbandingan antara karakteristik pembelajaran Sains yang tradisional yang umumnya diikuti oleh para guru Sains dan karakteristik pembelajaran Sains dengan pendekatan STM.
1.      Pembelajaran Sains Tradisional :
1.    Konsep-konsep diperoleh dari buku teks.
2.    Menggunakan laboratoriun dan aktivitas yang disarankan dalam buku petunjuk.
3.    Keterlibatan siswa kurang aktif, karena informasi biasanya telah disediakan guru atau ada dalam LKS.
4.    Pernyataan pentingnya informasi berasal dari guru.
5.    Siswa berkonsentrasi pada masalah yang disiapkan oleh guru.
6.    IPA dipelajari disekitar dinding kelas, sebagai bagian dari kurikulum.
2.      Pembelajaran Sains dengan Pendekatan STM :
1.    Masalah diidentifikasi oleh siswa.
2.     Keterlibatan siswa lebih aktif, karena mereka harus mencari sendiri informasi yang digunakan untuk memecahkan masalah.
3.     Pembelajaran Sains dapat melampaui apa yang tertera dalam kurikulum.
4.     Proses belajar sangat berpusat pada siswa.
5.     Tidak hanya ditekankan pada keterampilan proses, tetapi juga motode ilmiah yang digunakan ilmuwan.
6.     Konsep-konsep yang dipelajari tidak hanya bersumber dari buku teks, tetapi juga dari masyarakat.
7.    Para siswa memperoleh kesempatan untuk berfungsi sebagai “decision maker” dalam pemecahan masalah.
Ditinjau dari penggunaan buku teks, antara kelas yang diajar dengan pendekatan tradisional dan kelas yang diajar dengan pendekatan STM, terdapat beberapa perbedaan. Perbedaan-perbedaan tersebut adalah sebagai berikut.
Tradisional
STM
1.      Buku teks dapat digunakan terus menerus.
2.      Guru menyediakan informasi untuk dicatat dan diulangi.
3.      Kegiatan belajar disiapkan termasuk tujuan akhir.
4.      Tidak ada perhatian terhadap masalah atau isu yang sedang “ngetrend”.
5.      Siswa mengejakan apa yang ada dalam buku dan guru suruh untuk dikerjakan.
6.      Tidak ada penggunaan surat kabar dan jurnal.
7.      Ide dan informasi dipresentasi untuk dikuasai.
8.      “Sains” ditempatkan pada wadah yang dinamai kelas Sains atau kelas laboratorium.
1.      Buku teks hanya digunakan jika diperlukan sebagai sumber informasi.
2.      Guru membantu siswa dalam menenukan jawaban dari pertanyaannya.
3.      Siswa merencanakan aktifitas sebagai cara untuk menguji idenya dan penjelasannya.
4.      Masalah dan isu yang ada sering dipersiapkan sebagai konteks belajar.
5.      Siswa mengusulkan kegiatan, sumber informasi, dan pertanyaan baru.
6.      Sering menggunakan laporan berita dan situasi saat itu.
7.      Ide dan informasi diperlukan untuk merespon isu dan pertanyaan.
8.      Sains berupa fakta di sekolah sebagai kesatuan yang utuh di masyarakat dan dalam kehidupan siswa.
(Yager, 1996)
Dilihat dari penguasaan konsep dan keterampilan proses, antara kelas yang diajar dengan pendekatan tradisional, dan kelas yang diajar dengan pendekatan STM, terdapat beberapa perbedaan. Perbedaan-perbedaan tersebut adalah sebagai berikut.

Tradisional
STM
1)      Konsep hanya disisipkan untuk penguasaan teks yang dibuat guru.
2)      Konsep dilihat sebagai hasil akhir yang dicapai siswa.
3)      Penguasaan konsep bersifat sementara.
4)      Siswa melihat proses sains sebagai suatu ketarampilan yang dilakukan oleh ilmuwan.
5)      Siswa melihat proses sains sebagai sesuatu yang dipraktekkan yang merupakan tuntutan pelajaran.
6)      Siswa melihat proses sains yang abstrak, sempurna, tidak dapat dicapai, dan tidak berhubungan dengan hidupnya.
1)      Siswa melihat konsep sebagai kebutuhan pribadi.
2)      Konsep dilihat dari keperluannya untuk pemecahan masalah.
3)      Siswa yang belajar dengan pengalaman memperoleh pengetahuan dan dapat menghubungkan pengetahuannya dengan situasi baru.
4)      Siswa melihat proses sains sebagai keterampilan yang dapat mereka gunakan.
5)      Siswa melihat proses sains sebagai keterampilan yang diperlukan untuk memperbaiki dan membangun dirinya secara lebih sempurna.
6)      Siswa melihat proses sains sebagai bagian penting dari apa yang mereka kerjakan di dalam belajar sains.
(Yager, 1996)
Ditinjau dari sisi penerapan konsep sains yang diperoleh siswa, perbedaan antara siswa yang diajar dengan pendekatan tradisional dan siswa yang diajar dengan pendekatan STM adalah sebagai berikut.
Tradisional
STM
a)      Siswa tidak melihat nilai dan atau kegunaan dari pelajaran sains untuk kehidupannya.
b)      Siswa tidak melihat nilai dari sains yang dipelajari untuk memecahkan masalah yang ada di masyarakat.
c)      Siawa dapat menceritakan informasi atau konsep yang dipelajari.
d)     Siswa tidak dapat menghubungkan sains yang dipelajari dengan teknologi yang ada pada saat itu.
a)      Siswa dapat menghubungkan sains yang dipelajari dengan kehidupannya.
b)      Siswa menjadi terlibat dalam pemecahan isu-isu sosial; mereka melihat manfaat dari belajar sains untuk menjadi warga negara yang bertanggungjawab.
c)      Siswa menginginkan informasi yang berhubungan dengan masalah.
d)     Siswa tertarik dengan perkembangan teknologi baru dan menggunakannya untuk melihat kepentingan serta kecocokannya dengan konsep sains.
(Yager, 1996)
Berdasarkan perbandingan di atas, terlihat adanya keunggulan pembelajaran IPA dengan pendekatan STM terhadap pembelajaran tradisional dalam meningkatkan penguasaan siswa terhadap konsep-konsep dan prinsip-prinsip Sains, khususnya dalam menyiapkan individu siswa yang literasi sains dan teknologi.
    Menurut Robert E. Yager (1992) sintak model pembelajaran STM adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Sintak Model Pembelajaran STM
Fase-Fase
Aktivitas Mengajar
Fase 1 (Invitasi)
1.   Menggali isu atau masalah lebih dahulu dari peserta didik.
2.   Menghubungkan pembelajaran baru dengan pembelajaran sebelumnya.
3.   Mengindetifikasi isu atau masalah dalam masyarakat yang berkaitan dengan materi yang diajarkan.

Fase 2 (Eksplorasi)
1.   Merancang dan melakukan kegiatan eksperimen atau percobaan untuk mengumpulkan data.
2.   Berlatih keterampilan proses sains.
3.   Mengasah kerja ilmiah dan sikap ilmiah.
4.   Diskusi kelompok untuk mnghasilkan kesimpulan.

Fase 3
(Pengajuan Eksplanasi dan Solusi)
1.    Siswa membangun sendiri konsep.
2.    Siswa berdiskusi.
3.    Solusi masalah yang dihadapi masyarakat terkait materi yang diperoleh siswa semata-mata berdasarkan informasi dari kegiatan eksplorasi.


Fase 4 (Tindak Lanjut)
1.    Menjelaskan fenomena alam berdasarkan konsep yang disusun.
2.    Menjelaskan berbagai aplikasi untuk memberikan makna.
3.    Refleksi pemahaman konsep.

a.       Guru menyampaikan pertanyaan-pertanyaan yang efektif agar siswa termotivasi.
b.      Guru memberikan resfek positif bagi siswa yang berusaha untuk menjawab.
c.       Guru menjelaskan materi pokok dan manfaat praktis yang akan didapat.


a.       Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok.
b.      Guru memberikan siswa untuk melakukan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, kemudian melaporkan hasil pengamatannya untuk disimpulkan.



a.       Guru langsung mengajak siswa untuk mendiskusikan hasil pengamatan kemudian diaplikasikan pada situasi lain.
b.      Guru memperhatikan hasil kegiatan seluruh kelompok.
c.       Guru mencermati kembali kegiatan siswa apabila ada kelompok yang menghasilkan ksimpulan yang bias.

a.       Guru memberikan rangkuman atau ulasan tentang konsep-konsep yang benar diantara peserta didik.
b.      Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat konseptual.
(dimodifikasi dari Yager, 1992)

2.4.     Penerapan Pendekatan STM dalam Rancangan Program Pembelajaran di Kelas.

Sesuai dengan Permendiknas No. 41 tahun 2007, yang menyatakan bahwa kegiatan inti pembelajaran harus melibatkan fase eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. Pada fase ekspolarasi proses pembelajaran melibatkan siswa untuk  mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari. Pada model pembelajaran STM jika dikaitkan dengan fase eksplorasi terletak pada tahap invitasi dan eksplorasi. Dimana pada tahap invitasi siswa diberikan untuk menggali isu atau masalah dalam masyarakat yang berkaitan dengan materi yang dipelajari, kemudian pada tahap eksplorasi siswa melakukan kegiatan eksperimen untuk memecahkan isu-isu atau permasalahan tersebut.
 Pada fase elaborasi proses pembelajaran membiasakan siswa  membaca dan me­nulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna. Pada model pembelajaran STM jika dikaitkan dengan fase elaborasi terletak pada tahap pengajuan eksplanasi dan solusi serta tahap tindak lanjut. Pada tahap pengajuan eksplanasi dan solusi siswa membangun sendiri konsep melalui diskusi dengan anggota kelompok, dan menjawab permasalahan-permasalahan tersebut dari kegiatan eksperimen yang dilakukan. Sedangkan pada tahap tindak lanjut siswa diberikan untuk menjelaskan fenomena ala berdasarkan konsep yang disusun dan menjelaskan berbagai aplikasi dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan materi yang dipelajari.
Pada fase konfirmasi proses pembelajaran memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan,  isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik, dan guru akan memfalisitasi siswa melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan. Fase konfirmasi ini sesuai guru memberikan isu STM baru mengenai pemuaian yang belum pernah dibahas sebelumnya untuk dipecahkan oleh siswa dalam bentuk tes kecil.
Berikut disajikan tahapan-tahapan model STM yang dipadukan dengan Permendiknas No. 41 tahun 2007 tentang standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah seperti tampak pada Tabel berikut.
Tabel 2. Sintaks Model Sains Teknologi Masyarakat (STM)
Sintaks Pembelajaran menurut Permendiknas No.41 Tahun 2007
Sintaks Model STM
Ekspolrasi
1.   Invitasi
2.   Eksplorasi
Elaborasi
3.   Pengajuan Eksplanasi dan solusi
4.   Tindak lanjut
Konfirmasi
Pemberian isu yang berkaitan dengan STM yang belum pernah dibahas.
 (dipadukan dengan Permendiknas No. 41 Tahun 2007)
Adapun rancangan pembelajaran menggunakan pendekatan STM penulis kaji menjadi 3, antara lain: (1) model pembelajaran kimia dengan menggunakan pendekatan STM, (2) model pembelajaran Fisikia dengan menggunakan pendekatan STM, (c) model pembelajaran biologi dengan menggunakan pendekatan STM. Secara rinci dibahas pada subbab ini.

Komentar